OrangJawa yang belum mendalami agama Islam ( masih setia pada agama Hindhu ) kemudian pergi menyingkir ke daerah Tengger, Blambangan ( Banyuwangi ) dan ke Pulau Bali. Kemudian tari ini berkembang ke segenap daerah suku Dayak Kenyah. 13. Dulu hanya diiringi lagu-lagu dolanan tapi sekarang diiringi gendhing-gendhing lengkap. Ciri
- Suku Tengger menjadi salah satu kelompok etnis yang mewarnai keragaman masyarakat yang mendiami wilayah Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Suku Tengger adalah penduduk asli yang berasal dari daerah dataran tinggi di sekitar pegunungan Tengger, Bromo, dan Semeru yang terletak di Jawa juga Mengenal 6 Suku di Jawa Timur, dari Suku Jawa hingga Suku Tengger Suku Tengger juga dikenal dengan berbagai sebutan seperti wong Brama, orang Bromo, atau wong Tengger. Baca juga Mengenal Suku Tengger di Kawasan Bromo, Peradaban sejak Zaman Majapahit Masyarakat Tengger tidak hanya tinggal di lereng pegunungan, namun juga tersebar di beberapa daerah di sekitarnya seperti Kabupaten Lumajang, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Pasuruan, dan Kabupaten Malang. Baca juga Upacara Yadnya Kasada Suku Tengger Sejarah, Tujuan, dan Pelaksanaan Ritual Asal Usul Suku Tengger Secara etimologi, istilah tengger’ berasal dari bahasa Jawa yang artinya tegak, diam tanpa bergerak yang apabila dikaitkan dengan kepercayaan masyarakat, tengger juga bisa berasal dari singkatan tengering budi luhur. Dilansir dari pemberitaan terdapat beberapa teori tentang asal usul dari Suku Tengger. Namun masyarakat setempat percaya jika nenek moyang masyarakat Suku Tengger berasal dari Majapahit. Hal ini berkaitan dengan masa kerajaan Hindu di Pulau Jawa, di mana pegunungan Tengger diakui sebagai tempat suci yang dihuni abdi spiritual dari Sang Hyang Widi Wasa yang disebut juga sebagai hulun. Teori ini dibuktikan dengan Prasasti Walandhit yang berangka 851 Saka atau tahun 929 Masehi yang menceritakan adanya sebuah desa bernama Walandhit di Pegunungan Tengger merupakan tempat suci yang dihuni oleh Hyang Hulun atau abdi Tuhan. Prasasti berikutnya ditemukan di daerah Penanjakan Desa Wonokitri Kecamatan Tosari, Kabupaten Pasuruan yang berangka tahun 1327 Saka atau 1405 M. Kemunculan Kerajaan Mataram Islam yang memperluas kekuasaannya hingga ke Jawa Timur di awal abad ke-17 tidak mempengaruhi kepercayaan rakyat di daerah Tengger yang masih mempertahankan identitasnya. ISTIMEWA Tokoh Tengger menikmati suasana Bromo Selasa 31/5/2022. Selain itu legenda nenek moyang masyarakat Suku Tengger juga disebut terkait dengan cerita rakyat Rara Anteng dan Jaka Seger. Demi mendapat keturunan, Rara Anteng dan Jaka Seger harus menumbalkan anak bungsunya ke dalam kawah Bromo sebagai syarat. Sayangnya, keduanya tidak rela mengorbankan sang putra dan malah menyembunyikan R Kusuma di daerah Ngadas. Hal ini membuat kawah Bromo mengeluarkan letusan dahsyat, dan akhirnya R Kusuma memilih berkorban demi keselamatan keluarganya. Sebelum melompat ke kawah, R Kusuma berpesan untuk mengirimkan hasil bumi ke Gunung Bromo setiap tanggal 14 Kasada yang menjadi cikal bakal Yadnya Kasada. Keturunan Rara Anteng dan Jaka Seger yang tersisa dipercaya sebagai nenek moyang masyarakat Suku Tengger saat ini. Ciri-ciri Suku Tengger Ciri khas Suku Tengger dapat diamati dari cara hidup serta hasil budaya yang masih dapat diamati hingga saat Tengger dalam kesehariannya berkomunikasi menggunakan bahasa bahasa Jawa-Tengger sebagai bahasa daerah. Sebagian besar Suku Tengger memeluk agama Hindu, dengan ditandai adanya bangunan pura seperti Pura Luhur Poten. Rumah adat Suku Tengger dikenal dengan keunikan bentuk atapnya yang memiliki bentuk meruncing dan meninggi yang menumpuk ke atas. Dengan bubungan yang tinggi, rumah adat ini hanya memiliki 1-2 jendela. Selain itu, di bagian depan rumah pasti ada bale-bale atau tempat untuk duduk-duduk atau bersantai. Pemandangan Pegunungan Tengger di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Tradisi Suku Tengger Berikut adalah ragam bentuk tradisi yang masih dilakukan oleh Suku Tengger. 1. Upacara Kasada atau Yadnya Kasada Upacara Kasada merupakan hari raya bagi masyarakat Tengger penganut ajaran Hindu Dharma. Yadnya Kasada dilakukan pada pada hari ke-14 bulan Kasada dengan menggelar sesembahan berupa sesaji kepada Sang Hyang Widhi, sebagai manifestasi dari Batara Brahma. Pelaksanaan Upacara Kasada dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu puja Purkawa, Manggala upacara, Ngulat umat, Tri Sandiya, Muspa, Pembagian Bija, Diksa Widhi, dan penyerahan sesaji di kawah Bromo. Proses upacara dimulai pada Sadya Kala Puja dan berakhir pada Surya Puja. Masyarakat Tengger beramai-ramai menuju Gunung Bromo untuk mengantarkan sesaji berupa hasil ternak dan pertanian ke Pura Luhur Poten Agung. Selama pelaksanaan, Rama Dukun Pandita akan membaca Japa Mantera, yang isinya mendoakan keselamatan seluruh alam semesta. Indonesia Travel Pura Luhur Poten yang berlokasi puncak Bromo. 2. Raya Karo atau Yadnya Karo Hari Raya Karo atau Yadnya Karo adalah perayaan kedua setelah Yadnya Kasada yang dilakukan pada kedua menurut kalender Suku Tengger. Perayaan Yadnya Karo diikuti tiga desa meliputi Desa Jetak, Wonotoro dan Ngadisari. Makna perayaan Yadnya Karo adalah sebagai perlambang asal mula kelahiran manusia yang diciptakan Sang Hyang Widiwasa melalui perkawinan dua orang jenis manusia yakni pria dan perempuan. 3. Tradisi Unan-unan Warga Suku Tengger di lereng Gunung Bromo juga mengenal ritual atau tradisi unan–unan. Istilan unan–unan berasal dari kata tuno yang artinya berkurang yang berkaitan dengan jumlah hari dalam penanggalan Suku Tengger. Umumnya setiap bulan memiliki 30 hari, sementara, pada bulan tertentu akan hanya memiliki 29 hari. Sehingga jika dijumlah terdapat selisih antara lima hingga enam hari dalam setahun. Untuk melengkapi kekurangan tersebut, selisih hari itu dimasukkan ke dalam Bulan Dhesta atau bulan kesebelas yang hanya ada dalam penanggalan tiap lima tahun sekali. Sehingga pada Bulan Dhesta tiap lima tahun sekali warga Suku Tengger menggelar ritual unan–unan untuk membersihkan desa supaya selamat dari malapetaka. Sumber Penulis Kistin Septiyani, Andi Hartik Editor Anggara Wikan Prasetya, Dino Oktaviano Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
MengenalKebudayaan dan Adat Istiadat Suku Bawean Dari Kabupaten Gresik Jawa Timur. Suku Bawean merupakan etnis kelompok melayu yang mendiami pulau Bawean yang terletak di laut jawa antara pulau Kalimantan dan pulau jawa. Terletak sekitar 80 mil kearah utara Surabaya. Pulau Bawean terdiri atas dua kecamatan, yaitu kecamatan Sangkapura dan
- Tengger merupakan suku yang mendiami dataran tinggi di sekitar Pegunungan Tengger yang juga meliputi wilayah Gunung Bromo dan Semeru. Suku ini disebut sebagai salah satu peradaban yang sudah ada sejak Kerajaan banyak teori dari ahli mengenai asal mula suku Tengger. Namun, masyarakat suku Tengger percaya bahwa nenek moyang mereka berasal dari Majapahit. "Wong orang Tengger secara harfiah diterjemahkan sebagai orang-orang dataran tinggi, tanpa bisa diketahui istilah Tengger itu terglong dalam bahasa apa," tulis Rouffear, dikutip dari Suku Tengger dan Kehidupan Bromo yang disusun Pusat Data dan Analisa Tempo. Kemudian, dilansir dari Perubahan Ekologis Strategi Adaptasi Masyarakat di Wilayah Pegunungan Tengger karya Yulianti, secara etimologi "tengger" berasal dari bahasa Jawa yang artinya tegak, diam tanpa bergerak. "Sedangkan apabila dikaitkan dengan kepercayaan yang hidup dalam masyarakatnya, tengger merupakan singkatan dari tengering budi luhur," papar Yulianti. Baca juga Kawasan Bromo Tengger Semeru Jadi Habitat Ideal bagi Elang Jawa Sejarah suku Tengger Shutterstock/Eva Afifah Anak Suku Tengger di Gunung Bromo, Jawa Timur DOK. Shutterstock/Eva Afifah Sejak masa kerajaan Hindu di Pulau Jawa, pegunungan Tengger diakui sebagai tempat suci yang dihuni abdi spiritual dari Sang Hyang Widi Wasa. Abdi ini disebut juga sebagai hulun. Yulianti, dalam bukunya, menyebutkan bahwa hal tersebut dibuktikan dengan Prasasti Walandhit yang berangka 851 Saka atau tahun 929 Masehi M. Tertulis bahwa sebuah desa bernama Walandhit di Pegunungan Tengger merupakan tempat suci yang dihuni oleh Hyang Hulun atau abdi Tuhan. Prasasti itu ditemukan di daerah Penanjakan Desa Wonokitri Kecamatan Tosari, Kabupaten Pasuruan. Prasasti tersebut berangka tahun 1327 Saka atau 1405 M. Pada awal abad ke-17, Kerajaan Mataram Islam mulai memperluas kekuasaannya hingga ke Jawa Timur. Namun, rakyat di daerah Tengger masih mempertahankan identitasnya dari pengaruh Mataram. Sayangnya, pada 1764 masyarakat Tengger terpaksa takluk pada pemerintah Belanda. Pada 1785, Belanda mulai mendirikan tempat peristirahatan Tosari dan menanam sayuran Eropa, seperti kentang, wortel, dan kubis. "Situasi politik pada abad ke-19 berubah. Kekurangan penduduk di daerah Tengger dan sekitarnya menarik para pendatang dari daerah lain yang mulai memadat," imbuh Yulianti. Baca juga Taman Nasional Bromo Tengger Semeru Siap Dibuka jika Ada Arahan dari Pusat Legenda suku Tengger Sebagaimana kebanyakan suku di Indonesia, suku Tengger juga memilki legenda. Legenda tentang asal mula Tengger ini bermula dari Rara Anteng dan Jaka Seger. Dilansir dari Cerita Rakyat Nusantara Pusaka Ampuh Jaka Tengger dan Kisah-kisah Lainnya karya Subiharso, Rara Anteng merupakan seorang putri dari Kerajaan Majapahit. Sang putri berlindung di wilayah Penanjakan setelah Majapahit mengalami pergolakan. Rara Anteng kemudian diangkat menjadi putri seorang Resi bernama Dadap Putih. Keduanya hidup bahagia di daerah pegunungan tersebut. ANTARA FOTO/ZABUR KARURU Masyarakat Suku Tengger dengan mengenakan masker berada di mobil bak terbuka menuju kawasan Gunung Bromo untuk melaksanakan perayaan Yadnya Kasada, Probolinggo, Jawa Timur, Senin 6/7/2020. Perayaan Yadnya Kasada merupakan bentuk ungkapan syukur masyarakat Suku Tengger dengan melarung sesaji berupa hasil bumi dan ternak ke kawah Gunung Bromo. Di sisi lain, Jaka Seger yang berasal dari Kediri juga terpaksa mengasingkan diri karena situasi kerajaan yang kacau. Ia tinggal di Desa Keduwung, sembari mencari keberadaan pamannya yang tinggal di sekitar Gunung Bromo. Singkatnya, sang putri bertemu dengan Jaka Seger. Keduanya jatuh cinta dan memutuskan untuk menikah. Akan tetapi setelah menunggu selama sewindu, keduanya belum juga dikaruniai seorang anak. Rara Anteng dan Jaka Seger pun memutuskan untuk bertapa. Baca juga Wisatawan Masih Berusaha Masuk ke Bromo saat Tutup akibat PPKM Setelah bertapa selama enam tahun, permohonan keduanya dikabulkan. Namun, permintaan tersebut harus dibayar dengan nyawa sang anak bungsu. Rara Anteng dan Jaka Seger harus menumbalkan anak bungsunya ke dalam kawah Bromo sebagai syarat. Keduanya pun dikaruniai 25 orang anak. Suatu hari, Gunung Bromo bergemuruh. Rara Anteng dan Jaka Seger tahu bahwa inilah saatnya menyerahkan putra bungsu yang bernama R Kusuma. Sayangnya, mereka belum rela mengorbankan sang putra. Keduanya lalu menyembunyikan R Kusuma di daerah Ngadas. Baca juga Kapan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru Buka? Desa Wisata Sesaot NTB, Jalur Geowisata Suku Sasak Kuno Akan tetapi, letusan Gunung Bromo yang dahsyat ternyata menjangkau tempat persembunyian R. Kusuma. Putra bungsu Rara Anteng dan Jaka Seger kemudian tersedot masuk ke dalam Gunung Bromo. Saat itulah terdengar pesan dari R Kusuma yang ingin saudaranya untuk tetap hidup rukun. Ia juga mengaku rela menjadi persembahan demi kesejahteraan dan kerukunan orangtua beserta para saudaranya. R Kusuma juga berpesan untuk mengirimkan hasil bumi ke Gunung Bromo setiap tanggal 14 Kasada. Dari legenda inilah nama Tengger berasal dari nama Rara Anteng dan Jaka Seger yang dipercaya menjadi cikal bakal masyarakat di wilayah tersebut. Agama dan keyakinan suku Tengger Shutterstock/priantopuji Suku Tengger dalam upacara adat Yadnya Kasada DOK. Shutterstock/priantopuji Dilansir dari Keajaiban Bromo Tengger Semeru karya Jati Batoro, masyarakat Tengger awalnya memiliki kepercayaan animisme dan dinamisme. Ajaran agama Hindu dan Buddha mulai berkembang di wilayah suku Tengger seiring perkembangan Majapahit. Kepercayaan tersebut menjadi agama yang akhirnya diwariskan nenek moyang hingga generasi suku Tengger masa kini. "Agama kerajaan Majapahit termasuk agama Hindu-Buddha dengan cirah lokal. Hal ini dapat dimengerti masyarakat lokal dan masyarakat Jawa-Majapahit yang berpindah ke Tengger lalu melakukan asimilasi menjadi suku Tengger," tulis Batoro. Perkembangan agama dan kepercayaan di suku Tengger sejalan dengan perkembangan agama di Indonesia. Akan tetapi, mayoritas suku ini menganut agama Buddha Mahayana. Adanya percampuran kepercayaan animisme dan dinamisme yang masih cukup kental di suku Tengger, membuat masyarakatnya menyakralkan Gunung Bromo dan Semeru. Baca juga Taman Nasional Bromo Tengger Semeru Perpanjang Waktu Penutupan Berdasarkan kepercayaan suku Tengger, Gunung Bromo dan Gunung Semeru merupakan tempat suci dan keramat yang telah diwariskan oleh nenek moyang. Suku Tengger pun memegang erat tradisi yang diturunkan oleh leluhur. "Masyarakat suku Tengger, baik yang masih beragama Hindu maupun yang sudah beragama Islam sampai saat ini masih tetap memegang tradisi dan nilai-niai budaya yang luhur, sebagai warisan dari nenek moyang yang pernah jaya pada zaman Majapahit," tulis Yulianti. Upacara adat suku Tengger Shutterstock/syamhari photography Upacara Adat Yadnya Kasada Suku Tengger DOK. Shutterstock/syamhari photography Menurut Yulianti, ada banyak upacara adat yang sampai saat ini masih dilakukan secara rutin oleh suku Tengger. Upacara adat tersebut terbagi dalam tiga jenis. Pertama adalah upacara adat terkait kehidupan masyarakat. Upacara adat ini dilakukan secara massal dan para pelakunya terikat dalam perasaan yang sama. Upacara adat yang tergolong dalam jenis ini adalah Pujan Karo, Pujan Kapat, Pujan Kapitu atau Megeng, Pujan Kawolu, Pujan Kasanga atau Pujan Mubeng, Hari Raya Yadnya Kasada atau Pujan Kasada, dan Unan-unan atau Upacara Pancawarsa. Jenis upacara adat kedua berhubungan dengan siklus kehidupan seseorang. Ada tiga siklus kehidupan yang dianggap penting dalam kepercayaan Tengger, yaitu kelahiran, pernikahan, dan kematian. Ketiga siklus kehidupan tersebut dianggap sebagai bentuk peringatan yang harus diselamati untuk menghindari diri dari pengaruh buruk. "Menurut masyarakat Tengger, mereka mempercayai adanya hubungan timbal balik antara kehidupan di dunia dan kehidupan di lelangit," jelas Yulianti. Jenis upacara adat yang terakhir berkaitan dengan kegiatan usaha pertanian. Upacara adat ini menjadi bentuk hubungan antara manusia dengan alam atau lingkugan sekitarnya. Baca juga Jejak Pendaki Semeru Mulai Berdatangan di TN Bromo Tengger Semeru Upacara adat yang berkaitan dengan kegiatan pertanian ini disebut juga Leliwet. Upacara ini biasanya dilakukan seseorag saat memasuki masa tanam atau panen. Leliwet juga sering dilakukan bersamaan dengan Pujan Karo. Tujuan dari Leliwet adalah memohon kepada Sang Hyang Widi agar dalam masa tanam, petani dijauhkan dari kerusakan dan roh jahat. Upacara ini juga diharapkan dapat membuat tanah menjadi subur, sehingga hasil panen melimpah. Leliwet juga diartikan sebagai rasa syukur atas hasil panen. Rumah adat dan bahasa suku Tengger Menurut Batoro dalam bukunya, rumah tradisional suku Tengger pada awalnya masih berupa rumah gubuk sederhana. Atap rumah terbuat dari alang-alang atau susunan bambu yang dibelah. Perkembangan arsitektur rumah suku ini mencerminkan perkembangan sosial budaya yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Secara adat, susunan ruang di rumah suku Tengger terdiri atas petamon atau ruang tamu, paturon atau ruang tidur, pawon atau dapur dan padmasari atau tempat pemujaan terhadap Sang Hyang Widi. Baca juga 7 Wisata di Kawasan Bromo dan Semeru yang Wajib Dikunjungi Shutterstock/priantopuji Rumah tradisional Suku Tengger DOK. Shutterstock/priantopuji Rumah adat suku Tengger aslinya memiliki lantai kayu dan pintu geretan yang dilengkapi kunci kayu atau slorok. Rumah ini memiliki tiang utama yang berumlah empat sampai 12 buah. Suku Tengger menggunakan bahasa Jawa-Tengger dalam kehidupan sehari-hari. Seperti bahasa Jawa pada umumnya, ada tingkatan bahasa yang digunakan untuk menunjukkan rasa hormat. Bagi orang yang sudah akrab atau berusia seantaran, mereka biasanya menggunakan bahasa ngoko dengan logat Tengger yang khas. Sedangkan untuk menunjukkan rasa hormat pada orang yang lebih tua atau memiliki kedudukan yang lebih tinggi, mereka akan menggunakan bahasa krama. Baca juga Viral, Lokasi Erupsi Semeru Jadi Spot Selfie, Termasuk Dark Tourism? Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
BahasaSuku Tengger. Bahasa tengger "terkadang disebut bahasa Jawa Tengger" ialah bahasa yang digunakan Suku Tengger di kawasan pegunungan Bromo-Tengger-Semeru yang termasuk wilayah Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Malang dan Kabupaten Lumajang, Provinsi Jawa Timur. Secara linguistik bahasa Tengger termasuk rumpun bahasa
20DETIK Spot Wisata 1,968 Views Minggu, 14 Feb 2021 1832 WIB Masyarakat Suku Tengger sampai saat ini masih terus mempertahankan tradisi dan adat istiadatnya. Salah satu yang terus dipertahankan adalah makanan khasnya. Makanan khas Suku Tengger adalah nasi Pesona Indonesia Trans TVLiputan dilakukan sebelum masa Pandemi Covid 19 Pesona Indonesia TransTV - 20DETIK Video Lainnya 0151 Spot Wisata Bersantai Menikmati Keindahan Alam Air Terjun Curup Air Karang, Palembang 0155 Spot Wisata Air Terjun Curup Air Karang, Pesona Lukisan Alam yang Menakjubkan, Palembang 0149 Spot Wisata Menikmati Perjalanan Menuju Pesona Keindahan Curup Air Karang, Palembang 0149 Spot Wisata Adu Cepat Taklukkan Sirkuit Offroad di Sandar Angin Pagaralam, Palembang 0206 Spot Wisata Berpetualang Seru Menjajal Offroad di Sirkuit Sandar Angin Pagaralam, Palembang 0111 Spot Wisata Sensasi Menikmati Musik di Dalam Kolam Renang, Bali 0116 Spot Wisata Seru-seruan Adu Jaga Keseimbangan di Atas Floaties, Bali Lihat Selengkapnya
Anakkecil pun turut menghadiri pagelaran wayang kulit dengan orang tua mereka. Sejumlah perwakilan dari Suku Tengger turut hadir. Tak lama berselang, pembawa acara membuka acara seremonial tepat pada pukul 20.20. Pembawa acara memohon para hadirin berdiri untuk menyanyikan lagu Indonesia Raya.
Suku Tengger juga biasa disebut dengan wong Brama, atau orang Bromo. Sebutan lainnya adalah wong Tengger. Suku ini menempati daerah dataran tinggi pegunungan Bromo, Semeru, Tengger yang terletak di Jawa Timur. Sebagian dari masyarakat Tengger juga tersebar dan tinggal di Kabupaten Lumajang, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Pasuruan, dan Kabupaten Malang. Saat ini, jumlah populasi suku Tengger mencapai 500 ribu jiwa. Asal Nama Suku TenggerSejarah Suku TenggerAgama & Kepercayaan Suku TenggerKeunikan Suku Tengger1. Perayaan Hari Karo2. Yadnya Kasada3. Ritual OjungBahasa TenggerMata Pencaharian Masyarakat TenggerSistem Kekerabatan Berkaitan dengan nama Tengger yang disematkan untuk kelompok etnis ini, setidaknya ada 3 teori yang bisa menjelaskannya, yaitu Tengger bermakna pegunungan, hal ini sangat sesuai dengan tempat tinggal mereka yang berada di dataran tinggi. Tengger memiliki arti berdiam diri tanpa gerak atau berdiri tegak. Hal ini sangat berkaitan dengan karakteristik masyarakat Tengger yang berbudi pekerti luhur. Watak ini tercermin dalam segala aspek kehidupan yang mereka jalani. Tengger berasal dari gabungan nama leluhur suku Tengger. Kedua nama tersebut adalah Rara Anteng dan Jaka Seger. Sejarah Suku Tengger Dipercaya bahwa Suku Tengger merupakan keturunan dari penduduk Kerajaan Majalahit. Pada sekitar abad ke-16, Kerajaan Majapahit mendapat serangan dari kerajaan yang dipimpin oleh Raden Patah. Pada saat itu sering terjadi peperangan dan pertentangan karena perbedaan agama. Agama Buddha dan Hindu yang lebih dulu masuk ke tanah air mulai tergeser dengan masuknya agama Islam. Di masa lalu, agar agama dapat tersebar luas terkadang digunakan cara paksaan dengan berperang. Sebab pada masa itu masyarakat masih hidup secara berkelompok dan sangat protektif terhadap kelompoknya. Musyawarah sulit dilakukan, sehingga saat terjadi serangan dari kerajaan Islam, beberapa penduduk Majapahit lari ke arah pegunungan Bromo. Ada pula yang mengungsikan diri ke Pulau Bali dan akhirnya menjadi Suku Bali yang ada saat ini. Pengungsi dari Kerajaan Majapahit yang mengungsi ke pegunungan di Jawa Timur memilih untuk menutup diri dari dunia luar. Alasan terbesarnya adalah karena mereka ingin hidup damai dengan kelompoknya, tanpa terlibat peperangan yang baru mereka lewati. Mereka akhirnya membentuk komunitas sendiri yang disebut sebagai Suku Tengger. Dari cerita di atas, muncul dua sosok leluhur Suku Tengger, yaitu Rara Anteng dan Jaka Seger. Rara Anteng adalah anak dari seorang raja Majapahit yang masuk dalam kasta Ksatria, sementara Jaka Seger adalah anak dari seorang pemuka agama yang masuk alam kasta Brahmana. Jaka Seger yang berasal dari kasta lebih tinggi menikahi Rara Anteng. Mereka berdua ikut mengungsi ke pegunungan Jawa Timur dan menjadi pemimpin bagi masyarakat Tengger. Pernikahan Rara Anteng dan Jaka Seger memberi dampak bagi kehidupan dan adat istiadat Suku Tengger. Mereka tidak mengenal kasta dalam kehidupan, semuanya menjadi satu saudara dan punya kedudukan yang sama. Keturunan Rara Anteng dan Jaka Seger serta para pengikutnya kemudian berkembang menjadi etnis Tengger yang ada sekarang. Pada awalnya, kehidupan mereka sangat tertutup karena ingin melindungi diri dan kelompoknya. Masyarakat Tengger tidak tersentuh oleh dunia luar sama sekali selama bertahun-tahun. Namun seiring dengan perkembangan jaman, Suku Tengger tidak lagi terlalu menutup diri meskipun mereka tetap memegang teguh tradisi dan adat istiadat warisan nenek moyang. Agama & Kepercayaan Suku Tengger Salah satu tradisi Suku Tengger adalah ketaatan dalam menjalankan aturan atau ajaran agama Hindu. Sebagian besar orang tengger adalah pemeluk agama Hindu. Oleh sebab itu, sangat diyakini Suku Tengger merupakan keturunan langsung dari Kerajaan Majapahit yang dahulu merupakan kerajaan Hindu. Hal ini selaras dengan asal-usul kata Tengger yang berasal legenda Rara Anteng dan Jaka Seger. Bila dalam agama Hindu India ada sistem kasta dalam kehidupan sosial yang bertingkat-tingkat, lain halnya dengan agama Hindu yang dianut masyarakat Tengger. Mereka mengikuti ajaran Rara Anteng dan Jaka Seger yang mengajarkan rasa persaudaraan yang kuat, sehingga tidak ada sistem kasta pada kehidupan masyarakat Tengger. Semua adalah satu saudara dan satu keturunan. Gunung Bromo adalah tempat yang sakral bagi masyarakat Tengger. Mereka mempercayai gunung ini adalah gunung suci. Setiap 1 tahun sekali, masyarakat Tengger akan mengadakan upacara adat di bawah kaki Gunung Bromo. Tepatnya di sebuah pura yang bernama Pura Luhur Poten Bromo. Upacara tersebut kemudian akan berlanjut ke puncak Gunung Bromo. Keunikan Suku Tengger Seperti halnya suku lain yang ada di nusantara, Suku Tengger juga memiliki keunikannya berdasarkan tradisi dan kebudayaan. Beberapa keunikan Suku Tengger antara lain Wikimedia Commons 1. Perayaan Hari Karo Karo bagi masyarakat Tengger adalah hari raya paling besar. Datangnya hari ini sangat dinanti-nanti oleh masyarakat Tengger. Pada dasarnya, hari raya Karo dirayakan bersamaan dengan hari raya Nyepi. Saat hari raya Karo, masyarakat Tengger akan melakukan pawai dengan membawa hasil bumi. Kemudian ada pula pementasan kesenian adat seperti pergelaran Tari Sodoran. Selanjutnya acara dilanjutkan dengan bersilaturahmi ke rumah saudara dan juga tetangga. Ritual hari raya Karo dipimpin oleh seorang ratu. Ratu dalam masyarakat Tengger mempunyai arti seorang pemimpin yang bertugas untuk memimpin doa. Seorang ratu adalah seorang laki-laki. Selain disebut sebagai ratu, Suku Tengger juga menyebutnya sebagai dukun. 2. Yadnya Kasada Yadnya Kasada adalah upacara adat yang dilakukan setiap tahun. Acara ini diikuti oleh oleh masyarakat Tengger maupun wisatawan lokal dan mancanegara. Wisatawan dapat melihat langsung jalannya upacara, asalkan tidak mengganggu dan tetap menjaga jarakserta tidak membuat keributan. Upacara Yadnya Kasada sering juga disebut upacara Kasodo. Upacara tradisional ini dilakukan setiap tanggal 14 di bulan Kasada atau bulan kesepuluh. Yadnya Kasada hanya diikuti oleh masyarakat Tengger yang beragaman Hindu. Masyarakat Tengger menganggap Gunung Beomo sebagai tempat yang suci. Pada upacara Yadnya Kasada, mereka memberikan seserahan berupa hasil panen seperti buah-buahan, sayuran dan juga hewan ternak. Seserahan ini ditata dengan cantik dan dibawa ke Gunung Bromo sebagai bentuk permintaan berkah dan keselamatan bagi Suku Tengger. 3. Ritual Ojung Ojung merupakan salah satu kesenian asli Suku Tengger. Kesenian ini berupa perkelahian satu lawan satu menggunakan senjata yang terbuat dari rotan. Mereka akan saling mencambuk satu sama lain dengan rotan tersebut. Pemenang Ojung adalah peserta yang lebih banyak mencambuk. Ojung bisa diikuti oleh pria Tengger dari usia 17 hingga 50 tahun. Selain merupakan seni pertunjukan, Ojung sekaligus menjadi ritual meminta hujan pada sang pencipta. Ojung biasanya dilakukan di saat musim kemarau. Sebelum memulai Ojung, akan ditampilkan tarian daerah terlebih dahulu, yaitu Topeng Kuna dan Rontek Singo Wulung. Bahasa Tengger Orang Tengger menggunakan bahasa Jawi Kuno untuk berkomunikasi sehari-hari. Masyarakat di sekitarnya meyakini bahasa tersebut adalah dialek yang digunakan masyarakat Kerajaan Majapahit. Untuk menulis mantra, orang Tengger menggunakan aksara Jawa Kawi. Secara linguistik, bahasa Tengger adalah rumpun bahasa Jawa dalam cabang bahasa Formosa atau Paiwanik dari rumpun bahasa Austronesia. Ada anggapan yang menyebut bahasa orang Tengger adalah turunan bahasa Kawi yang mempertahankan kalimat-kalimat Jawa Kuni yang kini tidak lagi digunakan. Mata Pencaharian Masyarakat Tengger Hingga kini, mayoritas masyarakat Tengger bekerja dan bermata pencaharian sebagai petani. Sebagian besar adalah bertani ladang dengan hasil tani meliputi jagung, kentang, tembakau, wortel, dan kubis. Selain bertani, berkembangnya pariwisata di Gunung Bromo membuat masyarakat Tengger membuka diri dan berbaur dengan masyarakat suku lain di sekitarnya. Beberapa diantara mereka bekerja sebagai pemandu wisata di Gunung Bromo. Sistem Kekerabatan Setiap desa dipimpin oleh kepala desa yang disebut petinggi, serta dibantu oleh carik atau juru tulis kantor desa. Dalam kehidupan masyarakat Tengger, sosok yang dianggap penting dalam kegiatan sosio-religi adalah dhukun. Dhukun adalah sebutan untuk pemimpin upacara menurut agama Hindu Darma sekaligus pemimpin adat. Dhukun dibantu oleh dua orang yang disebut wong sepuh dan legen. Tugas wong sepuh adalah mengurus dan mengelola upacara adat kematian, serta menyediakan semua sesaji. Sedangkan tugas legen ialah mengurus upacara perkawinan dan perlengkapannya. Sistem kekerabatan kelompok masyarakat Tengger menganur sistem bilateral. Meski keluarga inti lebih menonjol dalam kehidupan sehari-hari, namun dalam urusan sosial maka kekerabatan bilateral lebih diutamakan. Sistem pewarisan sama seperti tradisi Jawa pada umumnya, yaitu melalui ungkapan sepikul segendongan. Sepikul untuk anak laki-laki dan segendongan untuk anak perempuan. Artinya adalah anak laki-laki maupun perempuan sama banyak mendapat sumbangan. Dalam kehidupan sosial masyarakat, suku tengger tidak memberlakukan perbedaan status. 20200905
- Иርሬքεглип клርнονэвив ቭψե
- Րепθкυκኒч եታиշαпоνа
- Τոձωз а омሲкр օрուпυч
- Бωբայυпу υсθглоχ
MenyelamiSejarah Tengger 1 Wartabromo Suku Tengger Gelar Tradisi Upacara Karo
Deskripsi Sejarah dan asal daerah Suku Tengger, tradisi dan kebudayaan, bahasa dan kehidupan sosial. Suku Tengger yang berasal dari Jawa Timur ini menjadi salah satu etnis suku terkenal dengan budayanya. Penduduk suku ini masih memiliki budaya yang kental disertai dengan tradisi dan adat istiadat yang dilakukan dalam jangka waktu tertentu. Banyak sekali masyarakat baik lokal maupun turis mancanegara yang datang berkunjung untuk melihat penduduk suku menjalankan adat istiadatnya. Simak penjelasan lainnya tentang masyarakat Tengger di bawah ini yuk! Asal Usul Suku Tengger Pada dasarnya asal usul nama suku ini tidak hanya berasal dari satu sumber saja, namun terdapat beberapa sumber yang dapat menjawabnya. Berdasarkan pengertian, terdapat 3 teori yang dapat memberikan jawaban tentang asal mula nama suku ini. 1. Tengger Bermakna Pegunungan Suku ini tinggal di daerah dataran tinggi yaitu pegunungan. Makna pegunungan disesuaikan dengan tempat tinggal masyarakat Tengger yang menetap di Gunung Bromo. 2. Tengger Bermakna Berdiam Diri Tengger artinya berdiri tegak atau berdiam diri tanpa bergerak. Tengger ini memiliki sifat berbudi pekerti luhur. Hal ini terbukti dari kehidupan yang dijalani sehari-hari yang berlangsung secara sederhana dan murni. 3. Tengger Bermakna Gabungan Nama Leluhur Suku Tengger juga berasal dari gabungan nama para leluhur suku, yaitu Rara Anteng dan Jaka Seger. Keduanya merupakan tokoh yang terkenal di zaman kerajaan sehingga dibentuklah nama suku yaitu Tengger, yang berasal dari kata Teng dan Ger. Sejarah Suku Tengger Pada abad ke-16, Raden Patah melakukan serangan ke Kerajaan Majapahit. Peperangan ini disebabkan karena adanya perseteruan saudara. Peperangan ini menyebabkan keruntuhan Majapahit waktu itu dan pemerintahan di lanjutkan oleh Demak Bintoro. Kepercayaan lama yaitu agama Buddha Hindu di tanah Jawa, mulai tergeser karena banyaknya masyarakat yang memeluk agama Islam. Karena pada masa tersebut masyarakat hidup secara berkelompok dan sangat menjunjung tinggi solidaritas sehingga tetap terjaga. Hal ini menyebabkan penduduk Majapahit yang masih menganut kepercayaan lama Hindhu Budha yang taat akhirnya pindah ke arah pegunungan Bromo dan pergi ke Pulau Bali. Keduanya menjadi suku yang berbeda, yaitu Suku Tengger dan Suku Bali. Masyarakat Majapahit yang berpindah ke daerah dataran tinggi sangat menutup diri dari dunia luar. Hal ini bertujuan agar hidup mereka bisa menjaga kepercayaan mereka tanpa pengaruh agama Islam. Setelah menetap di Bromo, muncul 2 leluhur suku ini yang bernama Rara Anteng dan Jaka Seger. Rara Anteng adalah anak dari Raja Majapahit yang tergolong kasta ksatria. Sedangkan Jaka Seger adalah anak dari tokoh agama yang tergolong kasta Brahmana dalam strata Bali. Keduanya menikah dan mengungsi ke daerah pegunungan Jawa Timur dan menjadi pemimpin untuk masyarakat Tengger. Keturunannya kemudian berkembang dan menjadi penduduk Tengger hingga saat ini. Dahulu masyarakat ini tidak mengenal dunia luar dan tetap tertutup. Seiring berjalannya waktu, masyarakat Tengger mulai membuka diri dan mengizinkan orang luar masuk dan melihat adat istiadat mereka. Meski begitu, penduduk Tengger tetap memelihara warisan nenek moyang sekaligus menjalankan adat istiadat yang telah ada sejak dahulu. Kepercayaan Suku Tengger Berdasarkan agama pertama yang mereka kenal, Suku Tengger sebagian besar menjalankan ajaran Hindu. Hal ini semakin memperkuat penjelasan bahwa penduduk suku ini berasal dari Kerajaan Majapahit yang dulunya merupakan Kerajaan dengan genre Hindu. Agama Hindu-India memiliki sistem kasta dalam kehidupan sosial. Namun berdasarkan sistem pemerintahan yang Rara Anteng dan Jaka Seger lakukan, kehidupan sosial antar masyarakat sangat menjunjung jiwa persaudaraan sehingga semua sama, tanpa dibatasi kasta. Selain mempercayai agama Hindu, masyarakat Tengger juga percaya bahwa Gunung Bromo adalah tempat sakral. Mereka memiliki adat setiap 1 tahun sekali yang terdiri dari upacara adat tepat di bawah kaki Gunung Bromo sebagai ritual. Kebudayaan Suku Tengger Penduduk Tengger melestarikan adat dan istiadat warisan nenek moyang dengan baik. Penduduk tetap menjalankan tradisi yang telah dilakukan secara turun menurun. Berikut merupakan kebudayaan Suku Tengger yang wajib Anda ketahui. 1. Perayaan Hari Karo Karo adalah hari raya terbesar bagi penduduk Tengger. Hari raya ini diselenggarakan secara bersama-sama dengan hari raya nyepi. Keduanya merupakan hari yang paling ditunggu-tunggu oleh masyarakat Tengger. Saat perayaan Karo berlangsung, masyarakat Tengger akan melakukan pawai dengan membawa hasil panen. Selain itu, mereka menggelar kesenian adat seperti tarian dan melakukan silaturahmi antar saudara. Ritual hari raya ini dipimpin oleh seorang ratu yaitu pemimpin doa dalam setiap aktivitas. Berbeda dengan sebutannya, jenis kelamin ratu ini adalah laki-laki. Biasanya masyarakat Tengger menyebutnya ratu atau dukun. 2. Yadnya Kasada Yadnya Kasada adalah upacara adat yang dilakukan satu tahun sekali dan telah menjadi tradisi yang dinanti oleh para wisatawan baik lokal maupun mancanegara. Wisatawan dapat melihat prosesi secara langsung namun tidak boleh bersuara. Upacara Yadnya Kasada ini lebih dikenal dengan upacara kasodo. Upacara ini dilakukan setiap tanggal 14 setiap bulan ke sepuluh atau kasada. Upacara ini hanya dilakukan oleh masyarakat Tengger yang menganut agama Hindu. 3. Ritual Ojung Tradisi terakhir yang dilakukan oleh masyarakat Tengger adalah Ritual Ojung. Di dalamnya terdapat ritual yang berisi perkelahian satu lawan satu dengan senjata. Berbeda dengan senjata pada umumnya, senjata Ritual Ojung menggunakan rotan. Ojung adalah kesenian asli Suku Tengger yang wajib dilakukan oleh setiap laki-laki. Aktivitas yang dilakukan dalam ritual ini adalah perkelahian yang dilakukan dengan mencambuk satu sama lain dengan senjata rotan. Tidak semua pria, kandidat yang dapat mengikuti ritual ini dilakukan oleh laki-laki usia 17 sampai 50 tahun. Selain itu, ritual ini digunakan untuk meminta turunnya hujan kepada Sang Pencipta. Biasanya sebelum aktivitas ini dilakukan, hadirin dimanjakan dengan tarian daerah. Bahasa Tengger Bahasa Tengger memiliki dialek yang sangat unik dengan rumpun bahasa Jawa dan rumpun bahasa Austronesia. Keduanya merupakan turunan bahasa Kawi yang tetap menggunakan kalimat Jawa Kuno dan tetap digunakan hingga saat ini. Dalam berkomunikasi sehari-hari, Suku Tengger menggunakan bahasa Jawa kuno. Bahasa ini dipercaya sebagai dialek Kerajaan Majapahit. Bahasa ini juga digunakan untuk menulis beberapa mantra untuk upacara adat tertentu. Mata Pencaharian Masyarakat Tengger Sebagian besar masyarakat Tengger bekerja sebagai petani. Hal ini karena sumber daya alam yang ada di sekitar dataran tinggi tersebut dapat dimanfaatkan sumber daya alamnya. Sebagian besar mereka bertani kentang, jagung, tembakau, kubis dan wortel. Seiring berjalannya waktu, masyarakat Tengger yang awalnya tertutup untuk dunia luar kini mulai membuka hubungan dengan masyarakat di luar suku ini. Seiring bertambahnya wisatawan pula, profesi yang diterima juga bervariasi, contohnya sebagai guide pada rombongan tertentu. Penjelasan lengkap tentang Suku Tengger di atas dapat menjadi sarana bagi Anda, untuk melanggengkan kebudayaan serta mempertahankan tradisi yang telah diwariskan nenek moyang.
Berikutini jatikom tuliskanmengenai rumah tinggal adat, pakaian adat, tarian tradisional, senjata tradisional, lagu daerah, suku wilayah dan julukan pada 34 provinsi yang terdapat di Indonesia. Provinsi di Pulau Sumatera. 1. Provinsi Nanggro Aceh Darussalam (NAD) Ibukota: Banda Aceh
.